Jumat, April 25, 2025

Kementerian ATR/BPN Siap Tingkatkan Tata Kelola Sawit Berbasis Rekomendasi Ombudsman RI

MimbarAndalas – Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/BPN), Ossy Dermawan, menerima rekomendasi strategis dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) berupa Laporan Hasil Kajian Sistemik mengenai pencegahan maladministrasi dalam tata kelola industri kelapa sawit. Pertemuan berlangsung pada Senin (18/11) di Kantor Ombudsman RI, Jakarta.

Kajian tersebut menyoroti perlunya langkah konkret untuk menyelesaikan persoalan tumpang tindih lahan perkebunan kelapa sawit dengan kawasan hutan. Ombudsman RI juga memberikan sejumlah saran kepada pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing sektor kelapa sawit sebagai salah satu komoditas unggulan nasional.

Dalam paparannya, Ossy Dermawan menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN siap menjalin sinergi dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, serta instansi lain untuk mencari solusi optimal terhadap persoalan ini.

“Kunci dari penyelesaian masalah tumpang tindih lahan adalah sinergi tanpa ego sektoral. Kami harus mengedepankan visi Presiden Prabowo untuk menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama. Saya yakin setiap tantangan memiliki solusi yang dapat ditemukan bersama,” ujar Ossy.

Ia juga menjelaskan bahwa persoalan lahan sawit yang belum memiliki hak atas tanah tetap berada di bawah kewenangan Kementerian Kehutanan. Namun, jika lahan tersebut sudah memiliki hak, Kementerian ATR/BPN akan mengambil langkah koordinasi lebih lanjut untuk menyelesaikannya.

“Kami harus menciptakan terobosan baru untuk memastikan permasalahan ini terselesaikan dengan baik, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tambahnya.

Kajian Ombudsman RI, yang disampaikan oleh Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika, menunjukkan bahwa tata kelola sawit yang lebih baik dapat memberikan dampak ekonomi besar. Dengan perbaikan tata kelola, nilai kapasitas industri sawit nasional diproyeksikan meningkat dari Rp729 triliun menjadi Rp1.008 triliun, tambahan sekitar Rp300 triliun.

“Perubahan tata kelola sawit ini tidak hanya menghindarkan kita dari maladministrasi, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi baru yang signifikan bagi Indonesia,” kata Yeka.

Ossy menambahkan bahwa sektor kelapa sawit adalah elemen penting dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Presiden Prabowo. “Industri sawit yang dikelola secara profesional dapat menjadi salah satu pilar utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Direktur Pengaturan dan Penetapan Hak atas Tanah dan Ruang, Hasan Basri, serta sejumlah pejabat dari berbagai kementerian dan lembaga terkait. Mereka sepakat bahwa rekomendasi Ombudsman RI akan menjadi panduan penting untuk meningkatkan tata kelola sektor sawit sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Dengan kolaborasi lintas sektor yang terarah, pemerintah optimistis industri kelapa sawit Indonesia dapat bersaing di pasar global, sekaligus menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional. Tata kelola sawit yang lebih baik juga diharapkan dapat memberikan dampak langsung bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama di daerah yang menjadi pusat produksi kelapa sawit.

Poster

Comments

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terbaru