Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat Indonesia adalah penyalahgunaan narkoba, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Kondisi demografis yang luas serta garis pantai terpanjang kedua di dunia membuat Indonesia rentan terhadap aliran masuk dan keluar zat-zat terlarang, yang berpotensi membahayakan generasi muda. Data menunjukkan bahwa sekitar 890 kilogram berbagai jenis NAPZA masuk ke perairan Indonesia setiap tahunnya (Kementerian Sosial Republik Indonesia, 2012). Menurut Lapangan Akhir Survei Nasional Perkembangan Penyalahgunaan NAPZA Tahun Anggaran 2014 yang dirilis oleh BNN, jumlah penyalahgunaan narkoba diperkirakan mencapai 3,8 hingga 4,1 juta orang, atau sekitar 2,10% hingga 2,25% dari total penduduk Indonesia yang berisiko terpapar narkoba pada tahun 2016–2017.
Kegiatan observasi lapangan ini dilakukan untuk mengidentifikasi proses dan metode yang digunakan dalam pengamatan penyembuhan klien dengan gangguan kesehatan mental atau penyalahgunaan zat, sebagai bagian dari Mata Kuliah Gangguan Penyalahgunaan Zat di Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU. Kegiatan ini dilakukan oleh Kelompok 1, yang beranggotakan Berlian Sela Damaiyanti S (220902004), M. Hirzi Zhafari (220902104), Arnold Jeferson Munthe (220902094), dan Rifqih Azpha Arqilah Sipahutar (220902112), dengan bimbingan dosen Eka Prahadian Abdurahman, S.I.Kom., M.K.M, dan Fajar Utama Ritonga, S.Sos, M.Kesos.
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk memahami tahapan penyembuhan yang diterapkan kepada klien di Panti Rehabilitasi Narkotika Fokus di Jl. Riwayat 1, Gg. Pertanian, Marindal Satu, Kec. Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Panti rehabilitasi ini menyediakan berbagai metode untuk mencegah klien kembali mengonsumsi zat-zat terlarang. Pendekatan yang diterapkan disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien, dengan tujuan mendorong keterbukaan dan memenuhi kebutuhan individual.
Selain itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi bagaimana pengetahuan remaja tentang narkoba memengaruhi sikap dan kepedulian mereka terhadap penanggulangan penyalahgunaan NAPZA. Sasaran utama penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan kepedulian remaja. Data dikumpulkan melalui observasi, angket, dan wawancara.
Penggunaan obat-obatan terlarang seperti narkoba sangat rentan terjadi pada remaja. Remaja yang menggunakan narkoba dapat mengalami gangguan kepribadian dan kesehatan mental, terutama mereka yang masih bersekolah. Narkoba kini semakin dekat dengan kehidupan sehari-hari keluarga, terutama anak-anak, dan dipengaruhi oleh teknologi komunikasi di era globalisasi. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua dan keluarga untuk tetap waspada dan berusaha membimbing serta mengarahkan anak-anak mereka agar tidak menyalahgunakan NAPZA.
Banyak remaja dan bahkan orang tua yang masuk ke Panti Rehabilitasi Narkotika karena berbagai masalah seperti stres, masalah keluarga, masalah keuangan, dan pergaulan bebas.
Di era modernisasi atau globalisasi, lingkungan sosial telah mengubah tingkat kenakalan remaja dari sekadar kejahilan menjadi perilaku yang lebih berbahaya seperti mabuk dan minum alkohol, yang merusak tubuh dan kesadaran diri mereka serta menimbulkan ancaman bagi masyarakat sekitar. Penelitian ini menekankan betapa pentingnya memberi perhatian dan dukungan kepada klien dengan gangguan kesehatan mental sambil menawarkan metode yang berguna. Penelitian ini juga menekankan pentingnya menjadikan mereka bagian dari keluarga dan lingkungan mereka. Diharapkan bahwa hal ini dapat membantu menghentikan penyalahgunaan NAPZA di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dengan analisis mendalam. Metode ini dipilih karena sesuai dengan konteks di lapangan dan dapat memberikan pemahaman yang komprehensif tentang faktor-faktor yang memengaruhi perilaku dan interaksi manusia. Landasan teori yang digunakan mencakup teori sosial, teori perilaku, dan teori komunikasi.
Tahapan Pelaksanaan Proyek
Pada tahap ini, petugas dan lapangan dipersiapkan. Metode yang digunakan dirancang untuk membentuk kelompok klien, memaksimalkan tujuan observasi, dan memastikan keterlibatan klien dalam perubahan. Indikator keberhasilan juga diidentifikasi pada tahap ini.
Informasi tentang masalah klien dikumpulkan. FGD digunakan untuk mendiskusikan penyebab seperti pergaulan bebas, masalah keluarga, ekonomi, dan lingkungan. Hasilnya penting sebagai dasar intervensi selanjutnya.
3. Tahap Perencanaan Program Alternatif
Pekerja sosial merancang strategi untuk mencegah kekambuhan, termasuk pelatihan kerja, kegiatan spiritual, dukungan sebaya, dan aktivitas sosial lainnya.
4. Tahap Memformulasikan Rencana Aksi
Klien dibantu merumuskan program prioritas. Program yang disepakati antara lain:
- Kegiatan beribadah
- Kegiatan gotong royong
- Kegiatan olahraga
- Pelatihan keterampilan
5. Tahap Pelaksanaan Program
Program dijalankan setiap hari secara rutin, dengan pendekatan holistik mencakup aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.
6. Tahap Evaluasi Hasil dan Perubahan
Klien menjadi lebih termotivasi, terbuka, dan kooperatif. Ini menunjukkan bahwa intervensi efektif dan berdampak pada proses pemulihan.
Setelah klien dinyatakan sembuh, hubungan formal dihentikan. Disusun rencana pasca-perawatan, serta dukungan jaringan sosial untuk mempertahankan pemulihan.
Peran Tenaga Kerja Sosial
Di Panti Rehabilitasi Narkotika Fokus, tenaga kerja sosial memainkan peran penting dalam memberikan layanan. Setelah beberapa tenaga dialihkan ke Kementerian Sosial, peran mereka menjadi lebih luas. Meski begitu, mereka tetap berkomitmen melayani klien sebaik mungkin.
Tantangan muncul ketika klien menolak bantuan atau menutup diri. Untuk mengatasi ini, diterapkan strategi:
Membangun kepercayaan melalui komunikasi empatik dan mendengarkan aktif.
Mengatasi mental block dengan dukungan emosional dalam suasana aman dan rahasia.
3. Keyakinan dan Kerahasiaan
Menekankan pentingnya kerahasiaan sejak awal untuk menciptakan kenyamanan klien.
Panti Rehabilitasi Narkotika tidak hanya menangani penyalahgunaan narkoba, tetapi juga gangguan fisik, mental, dan konflik keluarga. Klien dengan kondisi mental block adalah tantangan besar yang membutuhkan kesabaran, empati, dan komunikasi efektif dari tenaga sosial. Dengan pendekatan holistik dan berfokus pada kebutuhan unik klien, tenaga sosial memiliki peran vital dalam membantu mereka pulih dari penyalahgunaan NAPZA.