Organisasi Masyarakat Peduli Agraria (Maspera) Wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) mengungkapkan adanya laporan masyarakat terkait konflik lahan di kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) di Desa Padang Mahondang, Kecamatan Pulau Rakyat, Kabupaten Asahan.
Ketua Umum Maspera Wilayah Sumbagut, Darwin Marpaung, menyebut pihaknya menerima informasi melalui pesan WhatsApp dari warga desa setempat. Laporan tersebut menyangkut klaim pengelolaan lahan perkebunan yang saat ini sedang menjadi sengketa antara dua pihak.
Sengketa itu melibatkan kelompok atas nama Lukas Ishamu dan kawan-kawan dengan sekelompok masyarakat penggarap yang mengatasnamakan diri sebagai Kelompok Tani. Konflik tersebut terjadi di Dusun VII, Desa Padang Mahondang.
“Informasi yang kami terima menunjukkan adanya tumpang tindih klaim di atas lahan yang sama. Ini bukan hanya soal agraria biasa, tapi juga berkaitan dengan kejelasan status hukum dan administratif lahan,” ujar Darwin, Jumat (14/6).
Menurut data yang dimiliki Maspera dan dikonfirmasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pihak Lukas Ishamu dan kawan-kawan telah memperoleh legalitas melalui Surat Keputusan Menteri LHK.
Darwin menyebutkan bahwa SK Menteri LHK No. SK.196/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2023 tertanggal 7 Maret 2023 telah memberikan persetujuan pengelolaan lahan seluas ±450 hektare di kawasan HPK atas nama Lukas Ishamu dan rekan.
Tak hanya itu, SK Menteri LHK lainnya yaitu No. SK.1572/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2023 tertanggal 21 Desember 2023 juga menetapkan hak pengelolaan atas lahan seluas 239,85 hektare kepada pihak yang sama.
“Legalitas mereka tidak berdiri sendiri. Ada dokumen kelengkapan data yang diakui oleh KLHK sebagai dasar pengajuan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH),” tambah Darwin.
Ia merujuk pada surat Sekretaris Jenderal KLHK No. S.12/Setjen/Satlakwasdal-UUCK/03/2023 tertanggal 14 Maret 2023, yang mencantumkan nama Lukas Ishamu dkk sebagai pemohon dalam skema PP No. 24 Tahun 2021.
Surat lainnya, yaitu No. S.71/Setjen/Satlakwasdal-UUCK/12/2023 tertanggal 29 Desember 2023, juga menegaskan bahwa pengajuan penataan kawasan oleh Lukas Ishamu dkk terdaftar secara sah.
Maspera juga menemukan bahwa penyelesaian status lahan tersebut telah diarahkan melalui Ditjen Gakkum KLHK sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam PP 24/2021.
Hal ini diperkuat oleh Surat Sekjen KLHK No. S.65/SETJEN/SATLAKWASDAL-UUCK/B/7/2024 tertanggal 19 Juli 2024 yang menjawab permohonan audiensi dari pihak Lukas Ishamu dan rekan-rekan.
Darwin juga menyinggung bahwa berdasarkan surat KLHK lainnya, tidak ditemukan izin atau pengakuan legal dari kementerian terhadap kelompok yang mengatasnamakan FKPPI Padang Mahondang, KTH Mandiri, maupun KTH Saroha.
Surat Menteri LHK No. S.181/PSKL/PKPS/PSKL-0/B/12/2024 tanggal 24 Desember 2024 menyebutkan bahwa kelompok-kelompok tersebut tidak memiliki izin resmi pengelolaan kawasan hutan.
“Ini penting dijelaskan ke publik, karena baru-baru ini beredar kabar adanya oknum yang mengaku aparat negara meminta agar papan penanda pengurusan lahan oleh Lukas Ishamu dkk diturunkan dari lokasi,” jelas Darwin.
Menurutnya, tindakan tersebut dianggap janggal karena mencabut hak warga dalam menyatakan bahwa mereka sedang dalam proses pengajuan legalitas ke instansi pemerintah.
“Kalau memang ada keberatan dari institusi pemerintah atau aparat penegak hukum, seharusnya disampaikan secara tertulis. Jangan langsung main suruh copot,” tegasnya.
Darwin juga menegaskan bahwa pernyataan bahwa lahan sedang dalam proses pengajuan legal adalah hak konstitusional setiap warga negara selama tidak melanggar hukum.
“Silakan kalau ada yang merasa itu tidak benar, buktikan dengan dasar hukum yang jelas, bukan intimidasi. Negara ini negara hukum, bukan negara kekuasaan,” ujarnya.
Ia meminta agar setiap instansi yang telah menerima surat-surat pengajuan dari pihak Lukas Ishamu dan kawan-kawan agar memberikan jawaban resmi.
“Kalau tidak diterima pengajuannya, sampaikan penolakan itu secara tertulis. Jangan dibiarkan mengambang lalu menyalahkan pihak yang membuat papan pengumuman,” pungkas Darwin.
Maspera menekankan pentingnya penyelesaian konflik agraria melalui jalur hukum dan pendekatan dialog. Mereka juga siap menjadi jembatan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah jika dibutuhkan.