Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menyatakan keprihatinannya atas penangkapan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut, Topan Ginting, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penangkapan tersebut dilakukan melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada pekan ini.
Bobby mengungkapkan bahwa ini bukan kali pertama pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumut terjerat kasus korupsi. Ia menyayangkan fakta bahwa ini sudah menjadi yang ketiga kalinya dalam beberapa waktu terakhir.
“Ini sudah yang ketiga dari OPD kami yang jadi tersangka kasus korupsi. Tentu kami sangat menyayangkan,” kata Bobby kepada wartawan di lobi Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro, Medan, Senin (30/6/2025).
Bobby menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang sedang dijalankan oleh KPK. Ia menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Sumut akan bersikap kooperatif dalam mendukung penegakan hukum atas kasus yang menjerat bawahannya.
Ia juga menyampaikan bahwa sejak awal menjabat, dirinya sudah berulang kali memberikan peringatan kepada seluruh pejabat dan pegawai di lingkungan Pemprov Sumut untuk menjauhi praktik-praktik korupsi.
“Saya sudah berkali-kali mengingatkan, jangan korupsi, jangan main-main dengan proyek. Kita diberi amanah, kita juga diberi wewenang, dan sering kali justru di situlah orang lengah,” ujarnya.
Menurutnya, pengawasan terhadap diri sendiri dan integritas pribadi merupakan hal yang sangat penting, terutama ketika seseorang berada di posisi dengan kekuasaan dan tanggung jawab yang besar.
“Kita harus bisa mengontrol diri. Jangan sampai kekuasaan membuat kita lupa diri dan akhirnya terjerumus dalam hal-hal yang merugikan masyarakat,” tegas Bobby.
Dalam kasus dugaan korupsi yang menyeret Topan Ginting ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Kasus ini berkaitan dengan sejumlah proyek infrastruktur jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut.
Lima tersangka tersebut antara lain adalah Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Putra Ginting (TOP); Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Prov. Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Rasuli Efendi Siregar (RES); serta dua pihak swasta dari perusahaan rekanan.
Dua pihak swasta itu adalah Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi (KIR), dan Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY). Mereka diduga terlibat dalam pengaturan proyek dan penerimaan sejumlah uang suap yang kini sedang didalami oleh penyidik KPK.