TajukNasional Hubungan antara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), semakin memanas setelah partai berlambang banteng moncong putih itu resmi memecat Jokowi sebagai kader.
Langkah ini diambil setelah Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, menyatakan bahwa Jokowi bukan siapa-siapa tanpa partainya, sebuah pernyataan yang langsung memicu reaksi keras dari pendukung Presiden Jokowi.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menjelaskan bahwa pernyataan Megawati tersebut memicu ketegangan yang lebih dalam.
“Sekarang keduanya resmi berpisah. Menarik jika Jokowi memutuskan untuk mendirikan partai baru untuk membuktikan siapa yang lebih kuat,” ujar Adi Prayitno, seperti yang dilansir melalui akun X miliknya, Rabu (18/12/2024).
Adi berpendapat, jika Jokowi memilih untuk bergabung dengan partai yang sudah mapan, maka kekuatannya tidak akan bisa diukur.
Namun, jika ia mendirikan partai baru, konstelasi politik Indonesia akan berubah drastis, karena itu akan menjadi ajang pembuktian siapa yang lebih dominan, antara Jokowi atau PDIP.
PDIP sendiri resmi mengumumkan pemecatan Jokowi beserta beberapa kader lainnya, termasuk Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution. Keputusan pemecatan ini dibacakan oleh Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP, Komarudin Watubun.
Pemecatan Jokowi dianggap terkait dengan pelanggaran etik dan disiplin partai, terutama tuduhan terhadapnya yang diduga menyalahgunakan kekuasaan dengan mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK), sebuah tindakan yang dinilai merusak sistem demokrasi, hukum, dan moral-etika kehidupan berbangsa.
Keputusan ini semakin memperburuk hubungan antara Jokowi dan PDIP, menandakan berakhirnya aliansi yang telah terjalin selama bertahun-tahun.
Kini, perhatian publik tertuju pada langkah selanjutnya yang akan diambil oleh Jokowi, apakah ia akan membentuk partai baru atau memilih jalur politik lain.