TajukNasional Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/BPN), Nusron Wahid, meminta dua perusahaan pemilik Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) di perairan laut Paljaya, Desa Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, untuk mengajukan pembatalan hak tersebut. Kedua perusahaan tersebut adalah PT Mega Agung Nusantara (MAN) dan PT Cikarang Listrindo (CL).
PT Mega Agung Nusantara memiliki SHGB seluas 419,63 hektare, sementara PT Cikarang Listrindo menguasai 90,159 hektare. Nusron menegaskan bahwa kedua perusahaan harus segera mengajukan pembatalan karena proses perolehannya dinilai bermasalah.
“Kami akan meminta mereka membatalkan SHGB-nya. Ini harus segera diselesaikan,” ujar Menteri ATR/BPN saat kunjungan kerja di Bekasi, Selasa (4/2/2025).
Nusron menjelaskan bahwa Kementerian ATR/BPN tidak dapat secara otomatis membatalkan SHGB karena telah melewati batas waktu lima tahun sejak diterbitkan pada 2013. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, yang menetapkan bahwa pembatalan otomatis hanya dapat dilakukan dalam kurun waktu lima tahun.
“Karena usia SHGB ini sudah lebih dari lima tahun, langkah pertama yang akan kami lakukan adalah memanggil perusahaan terkait agar mereka sendiri yang mengajukan pembatalan,” jelasnya.
Menurut Nusron, penerbitan SHGB ini bermasalah karena hak tersebut diberikan di atas perairan laut, yang tidak seharusnya menjadi objek HGB.
“Jangan ada manipulasi data. Materialnya ini laut, bukan daratan atau empang. Kalau dulunya empang pun, sekarang faktanya ini laut. Dalam aturan pertanahan, jika tanah hilang karena menjadi laut, maka itu masuk kategori tanah musnah,” tegasnya.
Nusron juga menegaskan bahwa jika kedua perusahaan tersebut menolak mengajukan pembatalan, pihaknya akan membawa kasus ini ke ranah hukum.
“Kalau mereka keberatan, kami akan mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan pembatalan SHGB. Jika pengadilan mengabulkan, maka akan ada perintah kepada BPN Bekasi untuk mencabut SHGB atas nama PT CL dan PT MAN,” tegasnya.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam menata ulang pemanfaatan ruang dan memastikan bahwa kebijakan pertanahan tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan.