Sejak terpilih sebagai wakil presiden, Gibran Rakabuming Raka tak henti menjadi sorotan publik. Kontroversi pencalonannya yang dinilai cacat etik kini berlanjut dengan munculnya tuntutan pemakzulan, hingga somasi dari berbagai elemen masyarakat. Ini menandakan bahwa perjalanan politik Gibran belum sepenuhnya diterima oleh semua kalangan.
Upaya Pemakzulan Gibran
1. Desakan Mundur dari Purnawirawan Jenderal TNI
Sekelompok purnawirawan jenderal TNI mengirim surat tuntutan pemakzulan ke DPR RI. Mereka menilai Gibran tidak layak dan belum mumpuni untuk menduduki jabatan tinggi di pemerintahan.
2. DPR Dianggap Abaikan Permintaan
Desakan dari para pensiunan ini tidak mendapat respons dari DPR, memicu kekecewaan dan penilaian bahwa lembaga legislatif abai terhadap aspirasi publik.
3. Advokat Layangkan Somasi
Tim advokat dari Pererat Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) melayangkan somasi kepada Gibran. Isi somasi mendesak agar Gibran segera mundur dari jabatan sebagai wakil presiden.
Alasan Pemakzulan Diajukan
- Penilaian bahwa Gibran cacat secara etik dan moral untuk menduduki jabatan strategis.
- Proses pencalonannya sempat menimbulkan polemik hukum dan dinilai melanggar prinsip kesetaraan dalam kontestasi politik.
Tanggapan Ahli Hukum
Refly Harun, ahli hukum tata negara:
“Kami akan membawa permasalahan ini sebagai aspirasi masyarakat kepada MPR untuk menyelenggarakan sidang pemakzulan. Ini demi menjaga marwah konstitusi,” tegasnya.
Menurut Refly, pemakzulan bisa diajukan melalui Sidang MPR, apabila ditemukan pelanggaran serius dalam proses pencalonan maupun pelaksanaan tugas wakil presiden.
Peran Konstitusi dalam Proses Pemakzulan
Pemakzulan wakil presiden tidak bisa dilakukan sembarangan. Proses ini memiliki dasar hukum yang sangat kuat dan hanya bisa dilakukan melalui mekanisme Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dengan terlebih dahulu melalui pengujian oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar, MK bertugas memeriksa dan mengadili pendapat DPR terkait dugaan pelanggaran hukum oleh presiden atau wakil presiden.
Baca selengkapnya mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi di sini: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia