TAJUKNASIONAL.COM – Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan yang dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti persoalan laten dalam dunia pendidikan Indonesia.
Mulai dari budaya mencontek, plagiarisme, ketidakdisiplinan tenaga pendidik, hingga perilaku koruptif seperti gratifikasi dan penyimpangan dana bantuan pendidikan, semuanya masih menjadi pekerjaan rumah besar yang belum tuntas.
“78 persen sekolah dan 98 persen kampus masih ditemukan kasus mencontek.” ungkap Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, dalam peluncuran hasil survei yang berlangsung di Gedung C1 KPK, Jakarta, Kamis (24/4/2025),
Tak hanya itu, praktik plagiarisme pun masih mengakar, khususnya di lingkungan perguruan tinggi. Wawan menyampaikan bahwa “kasus plagiarisme masih ditemukan pada guru/dosen di satuan pendidikan yaitu kampus (43 persen), sekolah (6 persen).”
Selain praktik tidak jujur dalam proses belajar-mengajar, SPI juga merekam rendahnya kedisiplinan akademik dari tenaga pendidik. Mayoritas mahasiswa (96 persen) dan siswa (69 persen) mengaku masih kerap menjumpai dosen atau guru yang datang terlambat. Bahkan, sebanyak 96 persen kampus dan 64 persen sekolah disebut-sebut masih memiliki dosen atau guru yang tidak hadir tanpa penjelasan.
KPK mencatat skor integritas pendidikan nasional tahun ini berada di angka 69,50, yang tergolong kategori korektif. Artinya, nilai-nilai integritas memang mulai ditanamkan, tetapi pengawasan dan pelaksanaannya belum konsisten maupun menyeluruh.
Gratifikasi yang Dianggap Lazim
Sorotan lain dari SPI Pendidikan adalah normalisasi gratifikasi di lingkungan pendidikan. Sekitar 30 persen guru dan dosen, serta 18 persen kepala sekolah dan rektor, masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali murid sebagai hal yang wajar.
“Pada 65 persen sekolah juga ditemukan bahwa orang tua terbiasa memberikan bingkisan/hadiah kepada guru pada saat hari raya atau kenaikan kelas,” ungkap Wawan. Lebih mengkhawatirkan lagi, “menurut orang tua di 22 persen sekolah, masih ada guru yang menerima bingkisan agar nilai siswa menjadi bagus atau agar siswa bisa lulus.”
Pengelolaan Dana BOS
SPI juga menemukan sejumlah pelanggaran dalam pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tercatat 12 persen sekolah menggunakan dana tersebut tidak sesuai peruntukannya. Bentuk penyimpangan bervariasi: pemotongan atau pungutan liar terkait Dana BOS (17 persen), praktik nepotisme dalam pengadaan barang/jasa (40 persen), hingga penggelembungan anggaran (47 persen).
Pungutan Liar (Pungli)
Tak kalah penting, praktik pungutan liar (pungli) juga masih terjadi dalam proses penerimaan siswa baru dan pengurusan dokumen. “Pada 28 persen sekolah masih ditemukan pungutan di luar biaya resmi dalam penerimaan siswa baru,” ujar Wawan.
“pungutan lain juga ditemukan dalam sertifikasi atau pengajuan dokumen lain pada 23 persen sekolah dan 60 persen kampus,” tambahnya.
Cakupan Survei Nasional
Survei yang dilakukan pada 22 Agustus hingga 30 September 2024 ini melibatkan 36.888 satuan pendidikan di 38 provinsi dan 507 kabupaten/kota, termasuk 9 Sekolah Indonesia di Luar Negeri (SILN). Total responden mencapai 449.865 orang yang terdiri dari siswa, mahasiswa, guru, dosen, kepala sekolah, rektor, hingga orang tua murid.
Pengumpulan data dilakukan melalui dua metode: daring (WA dan email blast dengan Computer Assisted Web Interview/CAWI) dan hybrid (Computer Assisted Personal Interviewing/CAPI).
SPI Pendidikan 2024 memberikan gambaran nyata tentang kondisi integritas yang masih harus diperjuangkan di sektor pendidikan. Angka indeks yang belum menyentuh level adaptif atau lebih tinggi menjadi sinyal bahwa pendidikan antikorupsi belum sepenuhnya mengakar dalam praktik keseharian sekolah dan perguruan tinggi.